Sejarah Kemerdekan Indonesia

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilakukan terhadap hari Jumat, 17 Agustus 1945 tahun Masehi, atau tanggal 17 Agustus 2605 menurut th. Jepang, yang dibacakan oleh Soekarno bersama dengan didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta bertempat di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat.

Latar belakang

Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat yang menjadi menurunkan ethical motivasi tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, atau “Dokuritsu Junbi Cosakai”, berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Junbi Inkai di dalam bhs Jepang, untuk lebih menegaskan permintaan dan obyek capai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom ke-2 dijatuhkan di atas Nagasaki supaya mengakibatkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.

Pengibaran bendera pada 17 Agustus 1945.

Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang tengah di ambang kekalahan dan akan memberi tambahan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, terhadap tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir sudah mendengar berita melalui radio bahwa Jepang udah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak wujud kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.

Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang lewat Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, menjelaskan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan sanggup dilakukan dalam lebih dari satu hari, berdasarkan tim PPKI. Meskipun demikian Jepang menghendaki kemerdekaan Indonesia terhadap tanggal 24 Agustus.

Dua hari kemudian, selagi Soekarno, Hatta dan Radjiman lagi ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno langsung memproklamasikan kemerdekaan karena berpikiran hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, gara-gara Jepang udah menyerah kepada Sekutu dan demi jauhi perpecahan didalam kubu nasionalis, pada yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum percaya bahwa Jepang sebenarnya telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI waktu itu mampu menyebabkan pertumpahan darah yang besar, dan sanggup berakibat fatal kecuali para pejuang Indonesia belum siap.

Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir berasumsi PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI cuma merupakan ‘hadiah’ dari Jepang (sic).

Dikibarkannya bendera Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang secara formal menyerah kepada Sekutu di kapal USS Missouri. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang berjanji bakal mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini lewat radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang dapat bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Namun golongan tua tidak menghendaki terburu-buru. Mereka tidak mengidamkan terjadinya pertumpahan darah terhadap sementara proklamasi. Konsultasi pun dikerjakan di dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka dambakan kemerdekaan atas bisnis bangsa kami sendiri, bukan bantuan Jepang.

Soekarno dan Hatta berkunjung ke penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk beroleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor berikut kosong.

Soekarno dan Hatta bersama dengan Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyongsong kehadiran mereka bersama ucapan selamat atas kesuksesan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum terima konfirmasi serta masih menanti instruksi dari Tokyo. Sepulang berasal dari Maeda, Soekarno dan Hatta langsung buat persiapan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membahas segala suatu hal yang terjalin bersama persiapan Proklamasi Kemerdekaan.

Sehari kemudian, gejolak tekanan yang berharap pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia tambah memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI terhadap 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta BPUPKI Dalam perjalanan peristiwa menuju kemerdekaan Indonesia, dr. Radjiman adalah salah satu orang yang terlibat secara akif dalam kancah perjuangan berbangsa dimulai dari munculnya Boedi Utomo sampai pembentukan BPUPKI. Manuvernya di sementara memimpin Budi Utomo yang mengusulkan pembentukan milisi rakyat disetiap tempat di Indonesia (kesadaran miliki tentara rakyat) dijawab Belanda bersama dengan kompensasi membentuk Volksraad dan dr. Radjiman masuk di dalamnya sebagai wakil dari Boedi Utomo.

Pada sidang BPUPKI terhadap 29 Mei 1945, ia mengajukan pertanyaan “apa dasar negara Indonesia kalau kelak merdeka?” Pertanyaan ini dijawab oleh Bung Karno bersama Pancasila. Jawaban dan deskripsi Bung Karno mengenai Pancasila sebagai basic negara Indonesia ini sesudah itu ditulis oleh Radjiman selaku ketua BPUPKI dalam sebuah pengantar penerbitan buku Pancasila yang pertama tahun 1948 di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi. Terbongkarnya dokumen yang berada di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi ini menjadi temuan baru didalam histori Indonesia yang memaparkan ulang fakta bahwa Soekarno adalah Bapak Bangsa pencetus Pancasila.

Pada tanggal 9 Agustus 1945 ia membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Saigon dan Da Lat untuk menemui pimpinan tentara Jepang untuk Asia Timur Raya perihal bersama dengan pengeboman Hiroshima dan Nagasaki yang menyebabkan Jepang memiliki rencana menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, yang akan menciptakan kekosongan kekuasaan di Indonesia. tidak paham sudah terjadi peristiwa Rengasdengklok.

Peristiwa Rengasdengklok

Para pemuda pejuang, juga Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana terbakar gelora kepahlawanannya sehabis berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka tergabung di dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran. Pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945, mereka dengan Shodanco Singgih, tidak benar seorang bagian PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian kondang sebagai momen Rengasdengklok. Tujuannya adalah sehingga Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak tergoda oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang sudah menyerah dan para pejuang udah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.

Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo lakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo sukses menegaskan para pemuda untuk tidak terburu – buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang kerumah masing-masing.

Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak sanggup digunakan untuk pertemuan sehabis pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI di terima oleh para tokoh Indonesia.

Pertemuan Soekarno/Hatta bersama Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda

Malam harinya, Soekarno dan Hatta lagi ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang jadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak berkenan terima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Tadashi Maeda dan memerintahkan sehingga Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk terima kehadiran rombongan tersebut. Nishimura menyampaikan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 udah di terima perintah berasal dari Tokyo bahwa Jepang perlu melindungi status quo, tidak bisa memberi izin untuk menyiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana udah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam.

Soekarno dan Hatta menyesali ketetapan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan membatasi kerja PPKI, mungkin bersama cara pura-pura tidak tau. Melihat perbincangan yang panas itu Maeda bersama diam-diam meninggalkan ruangan dikarenakan diperingatkan oleh Nishimura sehingga Maeda mematuhi perintah Tokyo dan dia paham sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di area Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak memiliki wewenang memutuskan.

Setelah berasal dari tempat tinggal Nishimura, Sukarno-Hatta menuju tempat tinggal Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshi fungsi jalankan rapat untuk buat persiapan teks Proklamasi. Setelah memberi salam Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat bersama Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi dilaksanakan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik.

Myoshi yang 1/2 mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat berasal dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia turut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan sehingga perpindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pindahan kekuasaan itu berarti “transfer of power”. Bung Hatta, Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membetulkan klaim Nishijima tetapi di lebih dari satu kalangan klaim Nishijima tetap didengungkan.

Setelah rancangan selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut manfaatkan mesin ketik yang disita berasal dari kantor perwakilan AL Jerman, punya Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler. Pada awalnya pembacaan proklamasi dapat dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).

Detik-detik pembacaan naskah proklamasi

Perundingan pada golongan muda dan golongan tua didalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 – 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan laksamana Tadashi Maeda Jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di area depan, ada B.M Diah, Sayuti Melik, Sukarni, dan Soediro. Sukarni mengusulkan sehingga yang di tandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia.

Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah ada antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara di mulai terhadap pukul 10.00 bersama dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang udah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan, disusul bersama dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta waktu itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.

Pada mulanya Trimurti diminta untuk menambah bendera namun ia menolak bersama dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dijalankan oleh seorang prajurit. Oleh gara-gara itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi keluar berasal dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sampai pas ini, bendera pusaka selanjutnya masih disimpan di Istana Merdeka.

Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang bagian Barisan Pelopor yang dipimpin S.Brata singgah terburu-buru karena mereka tidak memahami pergantian area mendadak berasal dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, tetapi ditolak. Akhirnya Hatta mengimbuhkan amanat singkat kepada mereka.

Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menyita keputusan, mengesahkan dan memastikan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang seterusnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan demikianlah terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang bersifat Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang dapat dibentuk kemudian.

Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul berasal dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden dapat dibantu oleh sebuah Komite Nasional.

Isi teks proklamasi

Teks naskah Proklamasi Klad adalah asli merupakan postingan tangan sendiri oleh Ir. Soekarno sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh Drs. Mohammad Hatta dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.

Adapun yang merumuskan proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia terdiri berasal dari Tadashi Maeda, Tomegoro Yoshizumi, S. Nishijima, S. Miyoshi, Mohammad Hatta, Soekarno, dan Achmad Soebardjo.

Para pemuda yang berada di luar berharap sehingga teks proklamasi bunyinya keras. Namun Jepang tak mengizinkan. Beberapa kata yang dituntut adalah “penyerahan”, “dikasihkan”, diserahkan”, atau “merebut”. Akhirnya yang dipilih adalah “pemindahan kekuasaan”. Setelah dirumuskan dan dibacakan di tempat tinggal orang Jepang, isi proklamasi pun disiarkan di radio Jepang.

Berikut mengisi proklamasi tersebut:

Proklamasi

Kami bangsa Indonesia bersama ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.

Hal2 jang berkenaan pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan bersama dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, 17 – 8 – ’05

Wakil2 bangsa Indonesia.

Naskah Proklamasi Klad ini ditinggal begitu saja dan lebih-lebih sempat masuk ke area sampah di rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda. B.M. Diah menyelamatkan naskah bersejarah ini berasal dari area sampah dan menyimpannya sepanjang 46 th. 9 bulan 19 hari, hingga diserahkan kepada Presiden Soeharto di Bina Graha terhadap 29 Mei 1992.

Naskah baru sehabis mengalami perubahan

Teks Naskah Proklamasi Otentik yang ditempatkan di Monumen Nasional

Teks naskah Proklamasi yang udah mengalami perubahan, yang dikenal bersama dengan sebutan naskah “Proklamasi Otentik”, adalah merupakan hasil ketikan oleh Mohamad Ibnu Sayuti Melik (seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan Proklamasi), yang isinya adalah sebagai berikut :

P R O K L A M A S I

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.

Hal-hal jang perihal pindahan kekoeasaan d.l.l., diadakan bersama dengan tjara saksama dan didalam tempo jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05

Atas nama bangsa Indonesia.

Soekarno/Hatta.

(Keterangan: Tahun pada kedua teks naskah Proklamasi di atas (baik pada teks naskah Proklamasi Klad maupun terhadap teks naskah Proklamasi Otentik) tertera angka “tahun 05” yang merupakan kependekan dari angka “tahun 2605”, dikarenakan tahun penanggalan yang dipergunakan pada zaman pemerintah pendudukan militer Jepang sementara itu adalah cocok dengan th. penanggalan yang berlaku di Jepang, yang waktu itu adalah “tahun 2605”.)

Perbedaan teks naskah Proklamasi Klad dan Otentik

Teks Proklamasi yang tercantum terhadap uang pecahan 100,000 Rupiah.

Di dalam teks naskah Proklamasi Otentik udah mengalami beberapa perubahan yaitu sebagai selanjutnya :

Kata “Proklamasi” diubah menjadi “P R O K L A M A S I”,

Kata “Hal2” diubah menjadi “Hal-hal”,

Kata “tempoh” diubah menjadi “tempo”,

Kata “Djakarta, 17 – 8 – ’05” diubah menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05”,

Kata “Wakil2 bangsa Indonesia” diubah jadi “Atas nama bangsa Indonesia”,

Isi naskah Proklamasi Klad adalah asli merupakan postingan tangan sendiri oleh Ir. Soekarno sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh Drs. Mohammad Hatta dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Sedangkan isikan naskah Proklamasi Otentik adalah merupakan hasil ketikan oleh Mohamad Ibnu Sayuti Melik (seorang tokoh pemuda yang ikut andil di dalam persiapan Proklamasi),

Pada naskah Proklamasi Klad sesungguhnya tidak ditandatangani, sedang pada naskah Proklamasi Otentik telah ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta.

Tempat Pembacaan teks naskah Proklamasi Otentik oleh Ir. Soekarno untuk pertama kali adalah di Jalan Pegangsaan Timur 56 – Jakarta Pusat, pas terhadap tanggal 17 Agustus 1945 (hari di mana diperingati sebagai “Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia”), pukul 11.30 waktu Nippon (sebutan untuk negara Jepang terhadap sementara itu). Waktu Nippon adalah merupakan patokan zona selagi yang dipakai terhadap zaman pemerintah pendudukan militer Jepang pas itu. Namun wajib diketahui pula bahwa pada kala teks naskah Proklamasi itu dibacakan oleh Bung Karno, sementara itu tidak tersedia yang merekam suara ataupun video, yang ada semata-mata dokumentasi foto.

Suara asli berasal dari Ir. Soekarno saat membacakan teks naskah Proklamasi yang sering kami dengar waktu ini adalah bukan suara yang direkam pada tanggal terhadap tanggal 17 Agustus 1945 tapi adalah suara asli Soekarno yang direkam pada tahun 1951 di studio Radio Republik Indonesia (RRI), yang saat ini bertempat di Jalan Medan Merdeka Barat 4-5 – Jakarta Pusat. Dokumentasi berwujud suara asli hasil rekaman atas pembacaan teks naskah Proklamasi oleh Bung Karno ini bisa terwujudkan adalah berkat prakarsa dari keliru satu pendiri RRI, Jusuf Ronodipuro.

Teks pidato proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia

Tugu Proklamasi di Jalan Proklamasi (dulu Jalan Pegangsaan Timur) daerah dibacakannya Naskah Proklamasi Otentik terhadap tanggal 17 Agustus 1945

Berikut ini adalah teks pidato Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Saudara-saudara sekalian,

Saya telah minta saudara-saudara datang disini untuk menyaksikan satu momen mahapenting di dalam histori kita.

Berpuluh-puluh tahun kami bangsa Indonesia udah berjoang, untuk kemerdekaan tanah air kita apalagi sudah beratus-ratus tahun! Gelombang aksi kami untuk capai kemerdekaan kita itu tersedia naiknya dan tersedia turunnya, tapi jiwa kita senantiasa menuju ke arah cita-cita.

Juga di di dalam masa Jepang, usaha kami untuk raih kemerdekaan nasional tidak berhenti-hentinya. Di dalam masa Jepang ini, tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada mereka, tetapi terhadap hakekatnya, senantiasa kita menyusun tenaga sendiri, tetapi kami percaya kepada kebolehan sendiri.

Sekarang tibalah saatnya kita sangat mengambil sikap nasib bangsa dan nasib tanah air kami di didalam tangan kami sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib didalam tangan sendiri akan dapat berdiri bersama dengan kuatnya.

Maka kami, tadi malam udah mengadakan musyawarat bersama dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia berasal dari seluruh Indonesia. Permusyawaratan itu seia sekata berpendapat bahwa sekaranglah berkunjung saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.

Saudara-saudara! Dengan ini kita tunjukkan kebulatan tekad itu.

Dengarkanlah proklamasi kami:

P R O K L A M A S I

Kami bangsa Indonesia dengan ini perlihatkan kemerdekaan Indonesia.

Hal-hal yang tentang pemindahan kekuasaan dan lain-lain diadakan dengan langkah saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Djakarta, 17 Agustus 1945

Atas nama bangsa Indonesia.

Soekarno/Hatta.

Demikianlah saudara-saudara! Kita sekarang sudah merdeka! Tidak ada suatu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai waktu ini kita menyusun negara kita!

Negara merdeka, negara Republik Indonesia! Merdeka, kekal, abadi! Insya Allah Tuhan memberkati kemerdekaan kami ini.

Penyebaran teks proklamasi

Wilayah Indonesia sangatlah luas. Komunikasi dan transportasi sekitar th. 1945 tetap benar-benar terbatas. Di samping itu, hambatan dan larangan untuk menyebarkan berita proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia, merupakan sejumlah aspek yang memicu berita proklamasi mengalami keterlambatan di sejumlah daerah, lebih-lebih di luar Jawa.

Namun bersama dengan penuh tekad dan semangat berjuang, pada pada akhirnya momen proklamasi diketahui oleh segenap rakyat Indonesia. Lebih jelasnya ikuti pembahasan di bawah ini. Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di area Jakarta sanggup dijalankan secara cepat dan langsung menyebar secara luas. Pada hari itu juga, teks proklamasi telah hingga di tangan Kepala Bagian Radio berasal dari Kantor Domei (sekarang Kantor Berita ANTARA), Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang markonis), agar berita proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz melakukan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan radio sambil marah-marah, gara-gara mengetahui berita proklamasi telah tersiar ke luar lewat udara.

Meskipun orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian siaran berita proklamasi, tapi Waidan Palenewen selamanya meminta F. Wuz untuk konsisten menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekaan diulangi tiap-tiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibat dari penyiaran tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita dan membuktikan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar selanjutnya disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Sekalipun pemancar terhadap kantor Domei disegel, para pemuda dengan Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei) ternyata menyebabkan pemancar baru dengan dukungan teknisi radio, di antaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah setelah itu berita proklamasi kemerdekaan disiarkan.

Usaha dan perjuangan para pemuda didalam penyebarluasan berita proklamasi juga dijalankan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa didalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 berisi berita proklamasi kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Harian Suara Asia di Surabaya merupakan koran pertama yang berisi berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang berjuang lewat sarana pers antara lain B.M. Diah, Sayuti Melik, dan Sumanang. Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat Indonesia lewat pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong kereta api, apabila bersama dengan slogan Respect Our Constitution, August 17!!! (Hormatilah Konstitusi Kami, 17 Agustus!!!). Melalui beragam cara dan tempat tersebut, akhirnya berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia mampu tersebar luas di lokasi Indonesia dan di luar negeri.

Meskipun memanfaatkan banyak media dan alat penyebaran, sebelum akan tahun 2005, pihak Belanda sebagai penjajah Indonesia tak mengakui Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 (de facto) melainkan tahun 1949 tanggal 27 Desember sebagaimana pernyataan PBB (de jure) sebab mereka berpendapat bahwa terhadap th. 1945, kekuasaan di Indonesia diserahkan kepada Sekutu, bukan dibebaskan oleh Jepang. Di samping melalui tempat massa, berita proklamasi termasuk disebarkan secara segera oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI. Berikut ini para utusan PPKI yang ikut menyebarkan berita proklamasi :

Teuku Mohammad Hassan berasal dari Aceh,

Sam Ratulangi berasal dari Sulawesi,

Ketut Pudja berasal dari Sunda Kecil (Bali),

A. A. Hamidan berasal dari Kalimantan.

Peringatan 17 Agustus 1945

Pengibaran Bendera Sang Saka Merah Putih pada tiap-tiap perayaan 17 Agustus.

Setiap tahun terhadap tanggal 17 Agustus, rakyat Indonesia merayakan Hari Proklamasi Kemerdekaan ini bersama dengan meriah. Mulai dari lomba panjat pinang, lomba makan kerupuk, hingga upacara militer di Istana Merdeka, semua anggota dari penduduk ikut berpartisipasi dengan langkah masing-masing.

If you treasured this article so you would like to receive more info concerning beauty tips please visit the web-page.

بستن منو
×

سبد خرید